Sabtu, 29 Januari 2011

DPRD Dianggap Kurang Serius Tuntaskan Raperda MDT


Nasib draft Raperda tentang Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dan Taman Pendidikan Al-quran (TPA) hingga kini masih suram. Kendati di tingkat Badan Legislasi (Banleg) telah dibahas, awal pekan ini, namun untuk menentukan kapan dibuatkan panitia khusus (pansus), pihak DPRD belum dapat memastikan.

“Tugas kita di Banleg sudah beres. Draft Raperda MDT dan TPA telah dikirim ke pimpinan dewan. Berarti tinggal menunggu rapat Banmus (Badan Musyawarah –red) guna dibentuk pansus dalam rapat paripurna. Saya belum bisa memastikan jadwal paripurnanya. Karena keputusan mengenai hal ini ada di Banmus,” ujar anggota Banleg dari Komisi D, H. Isak Iskandar, Kamis (27/1) sore.

Ternyata bukan hal mudah bagi masyarakat muslim Kabupaten Karawang untuk memiliki payung hukum daerah terkait pendidikan dasar keagamaan. Jika pun terus ‘dipaksa’, tetap membutuhkan tingkat kesabaran cukup tinggi. Apalagi ketika anggaran operasional DPRD belum ada, seiring lambannya hasil pembahasan RAPBD 2011 yang baru saja disahkan dua pekan lalu.

Sampai menjelang akhir pekan ini pun, dipastikan hasil koreksi gubernur atas APBD Karawang belum ada tanda-tanda segera tuntas. Bisa jadi, waktu bagi gubernur selama 14 hari kerja dalam mengembalikan hasil koreksi sampai pada batas maksimal. Itu pun jika tidak terlalu banyak catatan yang mesti diperbaiki. Dan perbaikan atas catatan tersebut, pihak legislatif dan eksekutif berkewajiban melapor ulang ke gubernur.

“Perbaikan hasil koreksi gubernur biasanya cuma membutuhkan waktu satu hari,” jelas Ketua Badan Anggaran DPRD, Bambang Maryono. Dalam kondisi seperti itu, jelas bahwa sangat mudah dipastikan semua jadwal kerja DPRD di sini akan terhambat. Karena bagaimana mungkin para wakil rakyat mau bekerja tanpa ada sokongan dana. Ini berarti pula, pembahasan lanjutan draft Raperda MDA dan TPA sulit diharapkan cepat selesai.

“Kami memang sudah dapat menduga jauh sebelumnya. Sejak awal hak inisiatif DPRD ini kami dorong, sejak itu pula para legislator seperti ogah-ogahan. Tingkat keseriusan mereka sangat sulit diharapkan. Atau mungkin butuh dipaksa melalui aksi demo, seperti yang terjadi pada Raperda tentang ketenagakerjaan. Begitu sering didemo, langsung mendapat tanggapan. Terkesan, para wakil rakyat begitu serius memperjuangkan kaum buruh,” ketus H. Riki Fauzi Rahman dari Forum Komunikasi Pimpinan Pondokpesantren dan Majelis Taklim (FKPPM).

Disadari dia, pihaknya bersama Kelompok Kerja Diniyah Takmiliyah (KKDT) telah merasa dikibuli Komisi D DPRD. Sudah capek-capek memberikan berbagai masukan kepada komisi ini dalam rapat dengar pendapat atau hearing, beberapa waktu lalu, ternyata setelah itu malah dinyatakan tugas mereka selesai. Sepertinya, kata Riki, kegiatan hearing tidak lebih sekadar formalitas karena mereka mengendus mulai ada gejolak di kalangan masyarakat peduli pendidikan madrasah.

“Mesti apalagi sih sebenarnya yang diminta dewan dari kami? Apa mau menunggu dulu ribuan massa turun ke gedung DPRD? Kalau memang itu maunya, ya berarti kami siap. Terus terang, kenyataan ini menjadi tanya besar bagi kami. Apakah para wakil rakyat kita yang mayoritas muslim memang benar-benar tidak punya political will? Padahal di gedung dewan Karawang sudah ada fraksi dari parpol yang mengklaim parpol Islam, bahkan parpol dakwah. Tapi kenapa mereka tak berkutik?” sewot Riki lagi.

0 komentar:

Posting Komentar