Kamis, 24 Februari 2011

Apakah korupsi kolusi dan nepotisme ( KKN ) Bagian Budaya Indonesia

Manusia, notebene adalah mahluk social yang memerlukan manusia lain dalam hidup dan berkehidupan, dalam kehidupan bermasyarakat setiap warga salaing menerima dan memberikan dukungan maupun perlindungan guna membangun ikatan hubungan dengan manusia lain, mengembangkan system kemasyarakatan yang mengikat secara konvensional bagian yang ada di dalamnya. Secara normative, Allah SWT menyatakan agar setiap komunitas social tolong-menolong dalam masalah kebajikan dan ketaqwaan, permusuhan. Gejala seperti ini bersifat gejala social, dalam pengertian lahir dan berkembang berdasarkan dorongan pribadi individu terkait dengan dorongan pribadi individu lain dalam bermasyarakat, gejala seperti ini di sebut sebagai gejala social.

Korupsi Kolusi dan Nepotisme
Korupsi adalah bagian gejala social yang masuk dalam klasifikasi menyimpang(negative), karena merupakan suatu aksi tindak dan perilaku social yang merugikan individu lain dalam masyarakat, menghilangkan kesepakatan bersama yang berdasar pada keadilan, serta pembunuhan karakter terhadap individu itu sendiri. Makna korupsi, sebagai suatu tindakan amoral, tidak memihak kepentingan bersama (egois), mengabaikan etika, melanggar aturan hokum, dan terlebih melanggar aturan agama.

Kolusi adalah suatu kerja sama secara melawan hukum antar penyelenggara Negara atau antara penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau Negara.
Nepotisme adalah tindakan atau perbuatan yang menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara.

Korupsi Kolusi dan Nepotisme ; Budaya
Ketika kapitalisme dikenal masyarakat Indonesia terjadilah pergeseran nilai-nilai yang luar biasa, nilai penghormatan antar individu lebih dipengaruhi oleh besar kepemilikan material semata. Masyarakat tidak lagi memberi perhatian dari mana asal besaran kepemilikan materi namun lebih mementingkan konten dari kepemilikan tersebut. Hal inilah yang membuat KKN menempati ruang dalam masyarakat. Ketika kapitalisme melahirkan mental yang ingin cepat kaya, ingin cepat sukses, dan berperilaku instan menjadikan proses kerja yang matang menjadi terpinggirkan. Padahal mental seperti ini tidak akan berbanding lurus dengan kebahagiaan.

Orde Baru Orde Reformasi. Korupsi masih berkembang di lingkungan pemerintahan, bermutasi menjadi manipulasi baik informasi maupun opini, dilingkungan yang lebih kecil korupsi dapat bermutasi menjadi kolusi dan nepotisme. Ketika korupsi menjadi budaya, seperti ini disebut sebagai psikososial. Budaya menjilat atasan demi mendapatkan atau menyamankan posisi, budaya suap-menyuap pihak yang berwenang demi mencapai tujuan, ataupun budaya menekan bawahan demi raihan kekuasaan yang merupakan cerminan antara terjajah dan penjajah. Akibatnya, secara psikis ekonomi masyarakat yang berada dalam kelas yang lebih rendah menemui kesulitan untuk kenyamanan hidup.

Dasar Koruptor.berpendidikan tapi FAKIR MORAL!!!
Solusi yang dibutuhkan untuk mneghilangkan budaya korupsi seperti ini adalah konstruksi pendidikan yang member landasan moral, etika, dan spiritual social kolektif kebangsaan. Pendidikan harus di arahkan untuk membuka wawasan kehidupan, agar bangsa ini tidak terbelit pola-pola mental koruptif yang telah berakar. Sebagai masyarakat kaya moral berilah santunan terhadap mereka-mereka yang FAKIR MORAL berikan pendidikan karakter dan pendidikan mental yang sehat, tidak hanya fakir miskin yang harus disantuni.

Harapannya, dimasa yang akan dating lahir generasi bangsa dengan mental dan watak yang memahami nilai-nilai kebersamaan, kebangsaan, kebenaran, dan kejujuran kesucian hati dan jiwa.
Bagaimana dengan koruptor dan maling 38? Kelihatan seperti malaikat tapi munafik, fakir moral! Tak lebih dari ANJING BIADAB yang menjilat kroninya.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

bener bgt artikelnya.

Saya usulkan pd pemerintah, hukum mati lah para tikus tikus monyet yg tak punya akal waras itu.

Posting Komentar