Kamis, 03 Maret 2011

Kejayaan Partai Islam di Tengah Kader PBB

PREDIKSI kalangan pengamat politik yang mengatakan makin turunnya suara partaipartai Islam dalam beberapa pemilu terakhir ini, ternyata dibantah keras oleh Ketua Umum Majelis Syuro PBB Yusril Ihza Mahendra. Menurutnya, trend penurunan suara tidak hanya dialami oleh golongan partai Islam saja. Partai nasionalis pun mengalami penurunan yang sistimatis juga.
“Lihat saja PDIP dan Golkar yang notabene sebagai barometer partai nasionlais di Indonesia, dari pemilu 1999 sampai pemilu 2009 kemarin, apakah mengalami peningkatan jumlah suara, tidak kan, suara mereka juga turun cukup drastis. Anehnya, hanya Partai Demokrat saja yang dengan sangat drastic mengalami peningkatan suara,” jelasnya pada Monitor Indonesia.
Fenomena naiknya suara partai hingga 300 persen, menurutnya, tidak pernah terjadi di belahan negeri manapun yang menganut system kepartaian, kecuali Indonesia. “Ini kan ajaib,” ujarnya sembari terkekeh.
Lalu, bagaimana dengan titik balik partai Islam, terutama PBB? Apakah menjadi keniscayaan? Mantan Menteri Hukum dan HAM Kabinet Gotong Royong tersebut, menjawab, bisa jadi karena pendulum itukan bias berputar, contohnya di Turki yang sejak di tahun 1926 dikuasai pemerintah sekuler anti Islam ditambah militer duduk sebagai pengawalnya. Terbukti dalam beberapa pemilu terakhir, partai sekuler kalah dengan partai Islam.
“Tentunya bukan tidak mungkin hal ini terjadi di Indonesia. Namun tentunya dengan satu syarat, pemilunya harus jujur, adil dan transparan. Kalau pemilunya seperti kemarin, bagaimana kita bisa berteori,” paparnya.
Paling tidak, katanya, seperti penyelenggaraan pemilu 1955 dan 1999. Saat itu, bisa dikatakan pemilu cukup berhasil dan berlangsung jujur. Karena penyelenggara pemilu itu sendiri adalah parpol. Jadi kalau satu partai mau curang, maka akan diteriaki oleh anggota KPU lainnya.
“Kalau sekarang KPU-nya ngaku independen tapi nggak jelas. Dari segi akademik saja sudah keliatan, masa hampir semuanya anggota datang alumni satu kampus,” kata politisi yang dijuluki Natsir Muda itu.
Sementara terkait dengan politik kefiguran di partai yang akhir-akhir ini banyak disebut-sebut sebagai salah satu modal kemenangan partai, dianggap oleh Yusril, hanya pembenaran untuk partai tertentu saja. Figur itu pada dasarnya tidak terlalu penting, karena sebetulnya yang hebat itu intelnya.
“Analoginya, seperti ini, sepuluh karung bawang putih dimasukan dalam mobil box tertutup dari TPS ke kantor kecamatan. Nah, setelah dibuka peti tersebut, yang ada didalamnya ternyata bawang merah. Itu figur atau siapa yang bisa bikin seperti itu? Kan, hanya intel yang bisa melakukan seperti itu. Tidak ada ceritanya satu figur kemudian bisa merubah suara dari tiga persen menjadi 23 persen, hampir 300 persen,” papar politisi yang masih kental dengan logat melayunya tersebut.
Jadi, lanjutnya, kader PBB itu kaget karena kalah, tapi Demokrat kaget karena menang. Terbukti di satu kabupaten, ada partai Demokrat yang tidak memiliki calon tapi bisa menang, padahal benderanya cuman dua dan pengurusnya loyo-loyo.
‘’Sementara ada partai yang sudah kampanyenya setengah mati dan atribut nya marak dengan beribu-ribu bendera di satu tempat, tapi bisa kalah. Sedangkan Demokrat tidur-tidur saja bisa menang. Kalau seperti ini apa namanya, kan aneh,” terangnya.
Dirinya juga menggap bahawa politik visual yang terjadi hari ini, seperti yang dilakukan partai-partai tertentu dengan kerap melakukan iklan-iklan di setiap media, terutama media elektronik sebetulnya tidak terlalu berperan significan.
“Lagi-lagi yang paling significan adalah gerakan intel,” katanya. Selain itu, peraih gelar Doktor dari Institute of Post Graduate Studies, Universiti Sains Malaysia ini mengakui, salah satu masalah utama dalam partainya adalah proses pengaderan yang tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, PBB membutuhkan, para mentor yang memiliki komitemen tinggi dengan pemikiran-pemikiran partai dan bersungguh-sungguh dengan cita-cita partai.
“Mungkin setiap partai di Indonesia, pasti banyak terkendala oleh pengaderan, belum lagi ditambah situasi sekarang, hampir semua orang di partai, landasannya kepentingan. Jadi, orang-orang yang memiliki kepentingan sudah bisa menentukan ke partai mana dia mau menitipkan kepentingannya. Tentunya dipartai yang memiliki kans menang paling besar. Dulu 1999 orang masih menduga-duga siapa yang menang. Kalau sekarang kan sudah bisa ditebak siapa yang menang,” jelasnya.
Yursil juga berharap, PBB ke depan tidak harus melulu menonjolkan syariat dalam kampanye-kampanyenya. Tapi yang harus dimunculkan adalah nilai-nilai Islam. Namun, fakta di lapangan, publik sudah terlanjur berpandangan bahwa partai ini konservatif dan akhirnya salah paham.
“Statemen-statemen saya kan tidak seperti itu. Syariat itukan sebenarnya sumber hukum, bukan hukum itu sendiri. Syariat hendak nya digali dan ditransformasikan menjadi kaidah-kaidah hukum yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia sekarang,” jelasnya.
Dijelaskanya, PBB sejatinya adalah partai modernis, dimana menjadikan Islam, sebagai azasnya, karena Islam sendiri universal dan nilai-nilai ajarannya bersifat abadi. Namun, ajaran itu harus ditranformasikan dan ditafsirkan untuk menjawab tantangan zaman saat ini, dan inilah ciri partai modernis.
“Bahkan kita-pun (PBB) terbuka dalam arti jika ada orang non Islam yang sepakat dengan pemikiran dan garis perjuangan partai kemudian masuk dalam partai kita, nggak masalah. Kalau orangnya jujur dan mengakui, tidak apa-apa,” jelasnya.
Senada dengan Yusril, mantan politisi PBB yang kini menjabat sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan, PBB hendaknya tetap konsisten dengan spirit Islam-nya, namun artikulasinya saja yang mesti sedikit dirubah lebih bagus.
“Kurangi penggunaan simbolik syariat tapi tonjolkan substansi dari syariah itu sendiri. Karena itulah karakter asli dari PBB. Maka sudah menjadi harga mati bagai partai ini, untuk tetap konsisten pada syariat Islam,” ujarnya.
Karena, lanjutnya, melalui ide penegakan syariat Islam, partai ini dikenal secara nasional dan mampu membangkitkan gairah politik Islam sampai di daerah-daerah. Terbukti beberapa daerah terus menggalakan beberapa  peraturan-peraturan daerah yang bernuansa Islam dan itu tidak lepas dari pengaruh politik PBB.
“Hendaknya kader-kader PBB berfikir dengan paradigma bahwa partai bukan hanya untuk sekali atau dua kali pemilu saja. Tapi untuk jangka panjang, karena partai sejatinya adalah alat perjuangan,” tegasnya.

0 komentar:

Posting Komentar