Jumat, 18 Februari 2011

Ahmadiyah Ajaran Manusia

Ketua Pondok Pesantren Al-Fatihah Tirtajaya, KH Soma, ajaran Ahmadiyah adalah keyakinan Diinunnas (agama manusia), bukan Diinulloh (agama Allah). Kenapa dikatakan keyakinan Diinunnas, karena ajaran dan ketetapan yang diberlakukan pendiri Ahmadiyah yakni Mirza Gulam Ahmad.

Diantaranya, kalau bukan karena engkau Mirza, sungguh tidak akan aku ciptakan alam ini seperti tertulis pada buku Mirza, Istifta'halaman 86. "Bukan main hebatnya kedudukan Mirza di sisi Alloh, begitulah kesan yang ada pada para pengikutnya dari wahyu Mirza tersebut. Bahkan Mirza mengatakan, perlunya seorang imam zaman, imam zaman tersebut tercakup wujud seakan seorang Nabi,Rasul atau Mujdid," jelas Soma.

Bukan hanya itu, lanjut Soma, dalam buku Mirza tersebut juga dinyatakan dirinya diutus Allah SWT sebagai iman zaman sekarang, menjawab pertanyaan siapakah imam zaman sekarang yang diutus Oleh Allah SWT, seperti tertera dalam buku Mirza. Sesungguhnya, dalam ajaran Islam para umat muslim tentu berkeyakinan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWt yang paling terakhir. "Ketika kata Mirza 'Aku Sendiri' adalah utusan Allah sebagai imam zaman sekarang, tentu sangat bertentangan dengan keyakinan umat Islam sehingga merasa sangat menodai label agama Islam yang sesungguhnya," jelasnya.

Kemudian, Mirza juga menyatakan, siapa saja yang mati dan Dia (Mirza)-Nya yang mengklaim sebagai imam zaman sekarang itu belum menerima, maka orang tersebut meninggal dalam keadaaan 'jahiliyah'. Dari penjelasan tersebut, jelas secara fakta bahwa keyakinan Ahmadiyah adalah Diinunnas, atau agama manusia. "Ketika apapun itu keluar dari bentuk akidah Islam, jelas bukan ajaran Allah SWT. Dan siapapun umat Islam yang mengetahui Ahmadiyah, maka wajib untuk meluruskan mereka supaya segera bertaubat dan kembali kepada keyakinan Diinullah, atau ajaran Allah SWT," jelasnya.

Dalam tindakan ini tugas ulama hanya menyampaikan secara lisan, adapun untuk tindakan nyata itu harus yang memiliki kekuasaan, yakni pemerintah dan para penegak hukum. "Seperti tertulis dalam hadist Nabi, barang siapa yang melihat kemungkaran, maka hendaklah dirubah dengan tangan atau kekuasaan, kalaupun sudah tidak mampu secara lisan. Ketika upaya tersebut juga tidak mampu, maka inkar dalam hati itulah iman yang paling lemah," jelasnya.

Selain itu, Imam Gozali juga mengatakan, tugas yang merubah dengan tangan adalah pemerintah, dan tugas dengan kata-kata atau ucapan hikmah adalah tugas para ulama. "Sedangkan untuk yang lemah seperti kita, hanya manusia biasa juga bukan pemerintah cukup hanya dengan doa,

0 komentar:

Posting Komentar